Sphinx Agung Giza adalah sebuah patung sphinx besar berbentuk separuh manusia, dan separuh singa yang terdapat di Mesir, di Dataran Giza, tepi barat Sungai Nil, dekat Kairo sekarang. Ini adalah satu dari beberapa patung terbesar di dunia yang terbuat dari satu batu utuh, dan dipercaya telah dibangun oleh Mesir Kuno pada milenium ketiga SM.
Nama yang digunakan bagi masyarakat Mesir Kuno untuk menyebut patung ini sama sekali tidak diketahui. Nama "sphinx" yang biasa digunakan diambil dari nama makhluk mitologi Yunani dengan tubuh seekor singa, kepala seorang wanita, dan sayap seekor elang, walaupun patung sphinx Mesir memiliki kepala laki-laki. Kata "sphinx" berasal dari bahasa Yunani (Σφιγξ — Sphinx, dari kata kerja σφιγγω — sphingo) yang berarti mencekik, karena sphinx dari mitologi Yunani mencekik orang yang tidak dapat menjawab pertanyaan teka-tekinya. Bagi beberapa orang, dipercayai bahwa nama ini merupakan perubahan kata dari bahasa Mesir kuno Shesep-ankh, sebuah nama yang diberikan kepada patung bangsawan pada Dinasti Keempat. Pada tulisan-tulisan abad pertengahan, nama balhib dan bilhaw yang menunjuk pada Sphinx dipergunakan, termasuk oleh sejarawan Mesir Maqrizi, yang menyarankan penyusunan bahasa Koptik, tapi istilah Arab-Mesir Abul-Hôl, yang diartikan sebagai "Bapak Teror," lebih banyak digunakan.
Nama yang digunakan bagi masyarakat Mesir Kuno untuk menyebut patung ini sama sekali tidak diketahui. Nama "sphinx" yang biasa digunakan diambil dari nama makhluk mitologi Yunani dengan tubuh seekor singa, kepala seorang wanita, dan sayap seekor elang, walaupun patung sphinx Mesir memiliki kepala laki-laki. Kata "sphinx" berasal dari bahasa Yunani (Σφιγξ — Sphinx, dari kata kerja σφιγγω — sphingo) yang berarti mencekik, karena sphinx dari mitologi Yunani mencekik orang yang tidak dapat menjawab pertanyaan teka-tekinya. Bagi beberapa orang, dipercayai bahwa nama ini merupakan perubahan kata dari bahasa Mesir kuno Shesep-ankh, sebuah nama yang diberikan kepada patung bangsawan pada Dinasti Keempat. Pada tulisan-tulisan abad pertengahan, nama balhib dan bilhaw yang menunjuk pada Sphinx dipergunakan, termasuk oleh sejarawan Mesir Maqrizi, yang menyarankan penyusunan bahasa Koptik, tapi istilah Arab-Mesir Abul-Hôl, yang diartikan sebagai "Bapak Teror," lebih banyak digunakan.
Walaupun diartikan “Bapak Teror”, sphinx merupakan salah satu kebudayaan modern dimasanya, dan merupakan kawasan wisata yang diminati.
Seorang sarjana John Washeth juga berpendapat: Bahwa Piramida raksasa dan tetangga dekatnya yaitu Sphinx dengan bangunan masa kerajaan ke-4 lainnya sama sekali berbeda, ia dibangun pada masa yang lebih purbakala dibanding masa kerajaan ke-4. Dalam bukunya “Ular Angkasa”, John Washeth mengemukakan: perkembangan budaya Mesir mungkin bukan berasal dari daerah aliran sungai Nil, melainkan berasal dari budaya yang lebih awal dan hebat yang lebih kuno ribuan tahun dibanding Mesir kuno, warisan budaya yang diwariskan yang tidak diketahui oleh kita. Ini, selain alasan secara teknologi bangunan yang diuraikan sebelumnya, dan yang ditemukan di atas yaitu patung Sphinx sangat parah dimakan karat juga telah membuktikan hal ini.
Ahli ilmu pasti Swalle Rubich dalam “Ilmu Pengetahuan Kudus” menunjukkan: pada tahun 11.000 SM, Mesir pasti telah mempunyai sebuah budaya yang hebat. Pada saat itu Sphinx telah ada, sebab bagian badan singa bermuka manusia itu, selain kepala, jelas sekali ada bekas erosi. Perkiraannya adalah pada sebuah banjir dahsyat tahun 11.000 SM dan hujan lebat yang silih berganti lalu mengakibatkan bekas erosi.
Perkiraan erosi lainnya pada Sphinx adalah air hujan dan angin. Washeth mengesampingkan dari kemungkinan air hujan, sebab selama 9.000 tahun di masa lalu dataran tinggi Jazirah, air hujan selalu tidak mencukupi, dan harus melacak kembali hingga tahun 10000 SM baru ada cuaca buruk yang demikian. Washeth juga mengesampingkan kemungkinan tererosi oleh angin, karena bangunan batu kapur lainnya pada masa kerajaan ke-4 malah tidak mengalami erosi yang sama. Tulisan berbentuk gajah dan prasasti yang ditinggalkan masa kerajaan kuno tidak ada sepotong batu pun yang mengalami erosi yang parah seperti yang terjadi pada Sphinx.
Profesor Universitas Boston, dan ahli dari segi batuan erosi Robert S. juga setuju dengan pandangan Washeth sekaligus menujukkan: Bahwa erosi yang dialami Sphinx, ada beberapa bagian yang kedalamannya mencapai 2 meter lebih, sehingga berliku-liku jika dipandang dari sudut luar, bagaikan gelombang, jelas sekali merupakan bekas setelah mengalami tiupan dan terpaan angin yang hebat selama ribuan tahun.
Washeth dan Robert S. juga menunjukkan: Teknologi bangsa Mesir kuno tidak mungkin dapat mengukir skala yang sedemikian besar di atas sebuah batu raksasa, produk seni yang tekniknya rumit.
Jika diamati secara keseluruhan, kita bisa menyimpulkan secara logis, bahwa pada masa purbakala, di atas tanah Mesir, pernah ada sebuah budaya yang sangat maju, namun karena adanya pergeseran lempengan bumi, daratan batu tenggelam di lautan, dan budaya yang sangat purba pada waktu itu akhirnya disingkirkan, meninggalkan piramida dan Sphinx dengan menggunakan teknologi bangunan yang sempurna.
Dalam jangka waktu yang panjang di dasar lautan, piramida raksasa dan Sphinx mengalami rendaman air dan pengikisan dalam waktu yang panjang, adalah penyebab langsung yang mengakibatkan erosi yang parah terhadap Sphinx. Karena bahan bangunan piramida raksasa Jazirah adalah hasil teknologi manusia yang tidak diketahui orang sekarang, kemampuan erosi tahan airnya jauh melampaui batu alam, sedangkan Sphinx terukir dengan keseluruhan batu alam, mungkin ini penyebab yang nyata piramida raksasa dikikis oleh air laut yang tidak tampak dari permukaan.
Keterangan gambar: Sphinx yang bertetangga dekat dengan piramida raksasa kelihatannya sangat kuno. Para ilmuwan memastikan bahwa dari badannya, saluran dan irigasi yang seperti dikikis air, ia pernah mengalami sebagian cuaca yang lembab, karenanya memperkirakan bahwa ia sangat berkemungkinan telah ada sebelum 10 ribu tahun silam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar